“Tuhan
menampilkan dirinya pada keharmonisan apa saja yang ada”. Albert Einstein.
Allah menciptakan alam semesta
jagat raya ini dengan menempatkan khalifah, sebagai wakil-Nya untuk mengurus
ala mini. Meskipun para malaikat ragu dengan kepemimpinan manusia, Allah
Mahatahu. Di dalam Al-Quran diceritakan,
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.’ Mereka berkata, ‘Apakah
Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu? Dia berfirman,
‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.Al-Baqarah[2]: 30).
Allah memberi manusia mandat
mengurus alam raya ini karena Ia telah memberi kepada manusia satu alat, yaitu akal. Akal
adalah kemampuan manusia untuk bernalar. Dengan akal, manusia dapat menghimpun
ilmu pengetahuan untuk mengatur alam ini. Bukankah ketika menunjukkan kepada
malaikat tentang kelebihan Adam, Allah meminta Adam menyebutkan nama-nama
benda? Ilmu pengetahuan yang didapat dari nalar berpikir adalah salah satu
keunggulan manusia.
Mengapa dengan akal manusia
diberikan amanat besar itu? Allah Mahatahu bahwa tanpa petunjuk-Nya manusia
akan tersesat. Dengan petunjuk tersebut manusia menjadi khalifah yang mampu
membawa dunia ini menjadi lebih baik, rahmatan lil ‘alamin.
Allah memberikan petunjuk-Nya
dalam dua bentuk. Pertama, petunjuk ini sering disebut dengan ayat-ayat
kauniyah. Al-Kaun artinya alam semesta. Ayat-ayat kauniyah adalah petunjuk
Allah yang melekat pada alam raya ini, yaitu sesuatu yang tidak diwahyukan,
tidak melibatkan manusia, manusia tidak masuk sebagai parameter. Hukum-hukum
yang ada di alam raya ini kemudian ditemukan oleh manusia (sekali lagi hokum
tersebut bukan diciptakan, semisal Einstein tidak menciptakan rumus , tapi menemukannya. Newton tidak menciptakan
hokum grafitasi tapi menemukannya dan sebagainya). Jadilah beberapa hukum dalam
ilmu alam dan ilmu sosial yang
kita kenal sekarang ini.
Petunjuk Allah yang kedua sering disebut dengan ayat-ayat
qauliyah. Al-Qaul artinya perkataan. Ayat qauliyah artinya petunjuk Allah yang
berupa firman-firman-Nya yang terdapat dalam kitab suci, khususnya Al-Quran. Di
dalam ayat qauliyah ini manusia menjadi parameter. Sebab, keberadaan petunjuk
ini (baca: kitab suci) pada dasarnya untuk menjadi petunjuk kehidupan manusia (way of life).
Kali ini, kita hanya membahas tentang petunjuk Allah yang
pertama, yaitu ayat-ayat kauniyah. Kita harus belajar dari alam untuk menggali sebanyak
mungkin hikmah yang Allah sebar di dalamnya.Tugas manusia, dengan akal yang
diberikan-Nya adalah mempelajari alam, mengeluarkan ilmu dan hikmah di dalamnya
untuk kepentingan kesejahteraan dan keselamatan manusia.
Jika seseorang memahami betul-betul tentang keteraturan alam
dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya, maka dengan hidayah Allah ia akan
menuju pada Islam. Allah justru memerintahkan kita untuk merenungi, memikirkan,
mentadaburi alam raya ini untuk semakin mendekatkan kita kepada-Nya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk
atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua
ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lingdungilah kami dari azab neraka.” (Ali ‘Imran: 190-191)
Selain diberikan akal, manusia diberikan pula seperangkat
alat untuk mendeteksi alam, yaitu pancaindra. Mata untuk melihat, telinga untuk
mendengar, hidung membau, lidah mengecap, tangan meraba. Semua data dan
informasi yang kita serap dari pancaindra kita merupakan petunjuk Allah pada
ayat-ayat kauniyah. Jika apa yang didapat dari pancaindra tersebut ditambah
dengan pengalaman empiris, tersusun dengan rapid an sistematis, jadilah sebuah
ilmu. Ilmu yang berulang-ulang tanpa adanya perubahan dari masa ke masa
merupakan sebuah sunatullah.
Ilmu pada dasarnya adalah sunatullah, hukum alam. Ilmu
tentang alam raya ini akan memudhkan dan menambah keyakinan seseorang tentang
keberadaan Tuhan. Dengan hokum alam, Allah hendak mengaja manusia bahwa di luar
alam semesta ini ada Sang Maha Pencipta, Sang Mahakuasa. Maka Ia menetapkan hukum-hukumnya
pada alam semesta ini.
Alam memberikan banyak rahasianya untuk diambil
sebesar-besarnya manfaat bagi manusia. Dengan mempelajari bagaimana burung
terbang akhirnya manusia dapat membuat pesawat terbang. Dengan mempelajari
gerak jatuh manusia dapat menemukan hokum gravitasi. Tak terhitung bagaimana
alam telah mengajarkan kepada manusia kemudahan-kemudahan hidup, baik dari alam
makrokosmos maupun mikrokosmos. Semua itu telah mencengangkan manusia, terutama
di abad-abad terakhir setelah terjadinya revolusi teknologi. Led Adleman dari
Universitas Southern di Los Angeles mengatakan bahwa satu gram DNA dapat
menampung informasi sebanyak satu triliun CD (Compact Disc). Gere Myers, seorang ilmuwan yang dipekerjakan pada
Human Genome Project mengatakan hal berikut ini ketika berhadapan dengan
penataan menakjubkan DNA yang ia saksikan, “Apa yang sungguh mengejutkan saya
adalah arsitektur kehidupan…Sistemnya begitu rumit. Seperti hal itu telah
dirancang…Ada kecerdasan maha hebat di sana…” Katanya dalam San Fransisco
Chronicles, 19 Februari 2001 sebagaimana dikutip Harun Yahya.
Masih tentang DNA, fakta paling mengejutkan adalah keberadaan
informasi genetik yang terkodekan (berupa sandi) sudah pasti tidak dapat
dijelaskan dalam istilah-istilah materi dan energy atau hukum-hukum alamiah.
Dr. Werner Gitt, professor di Institut Fisika dan Teknologi Federal Jerman
mengatakan, “Sebuah system pengkodean (sistem sandi) selalu merupakan hasil
dari suatu proses mental… perlu ditegaskan bahwa sandi saja tidak mampu memunculkan
kode apa pun. Seluruh pengalaman menunjukkan bahwa dibutuhkan sebuah wujud yang
mampu berpikir yang dengan kehendaknya sendiri menggunakan kemauan bebasnya,
kemauan memperoleh pengetahuan dan kemampuan berkaryanya…belum pernah ada hokum
alamiah yang dengannya materi dapat memunculkan informasi, belum pernah ada
pula proses fisika atau fenomena materi yang dapat melakukan hal ini.”
Itu baru dari ilmu biologi. Belum lagi ilmu fisika,
astronomi, kedokteran, kimia, matematika dan ilmu-ilmu social. Semuanya
mengajarkan manusia bahwa ala mini ada karena diciptakan oleh Yang Maha
Pencipta untuk manusia. Allah telah menundukkan alam semesta ini agar
bermanfaat bagi manusia. Silakan buka QS.al-Hajj:36,65, Luqman: 20, az-Zukhruf:
13, al-Jatsiyah: 12.
Kurang lebih ada 13 ayat yang menyebutkan bahwa Allah telah
menundukkan ala mini agar manusia dapat hidup dengan aman dan sejahtera. Jika
demikian, sungguh keterlaluan manusia yang tidak mau bersyukur.
Manusia menggali rahasia alam dengan menggunakan ilmu. Mereka
melakukan pengamatan, observasi, penelitian, survei, pembahasan, diskusi,
debat, dan segala macam cara untuk menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di
akhir penghujum abad 20 inilah teknologi berkembang sangat pesat. Ilmu
pengetahuan telah tersusun dengan sistematis, teknologi berkembang dengan
canggih dan hamper semua konstanta-konstanta alam (terutama yang berhubungan
dengan ilmu fisika) dapat terpecahkan.
Berkaitan dengan keteraturan alam semesta ini Albert Einstein
menyatakan, “Tuhan menampilkan dirinya pada keharmonisan apa saja yang ada.”
Betul. Seluruh alam semesta beserta isinya ini diciptakan Allah secara
harmonis, sehingga Ia akan ‘muncul’ dalam keharmonisan makhluk yang
diciptakan-Nya itu.
Alam mikrokosmos pun demikian. Dengan bantuan alat mikroskop
electron maka kita bisa mengamati sel-sel tubuh. Contohnya DNA, tidak hanya
teratur dan seimbang, tapi juga rumit sehingga tidak bisa dicontoh secara tepat
oleh makhluk. Itulah logika berpikir sederhana, bahwa keteraturan dan kerumitan
seperti itu, mustahil tanpa ada yang mengendalikan. Bahkan tanpa mengetahui
sedalam itupun, dengan hanya bertafakur tentang alam ini manusia normal akan
meyakini bahwa Tuhan itu ada, yaikni Allah swt.
Alam selalu memberikan pelajaran berharga bagi manusia. Bagi
siapa yang sudi mengamati, merenung, berpikir, dan menyelami lebih dalam insya
Allah akan mendapatkan hikmah yang luar biasa darinya. Allah telah memberikan
ilmunya baik pada alam makrokosmos, mikrokosmos, termasuk di dalam diri manusia
ini sendiri. (buka QS. Fushshilat: 53).
Born to Kill
Born to kill? Sadis amat? Siapakah mereka? Ya, membaca judul
di atas serasa kita menghadapi pembunuh bayaran, pembunuh bertangan dingin yang
sangat kejam, tak berperikemanusiaan. Serasa kita menyaksikan tayangan-tayangan
televisi di siang hari yang mengungkap kejahatan kriminal yang ditangani
polisi. Tentu maksudnya bukan ke sana. Ada memang makhluk Allah yang dilahirkan
untuk membunuh dalam arti memangsa. Bukankah manusia pun demikian? Bukankah
manusia juga membunuh hewan untuk menjadikannya makanan?
Sekali lagi, alam memang penuh keajaiban. Alam mengajarkan
kepada manusia banyak hal yang bermanfaat baginya, dengan catatan manusia itu
mau merenungkan dan memahami hikmah yang terkandung di dalamnya. Setiap
peristiwa di ala mini hadir sebagai pelajaran buat manusia. Sebab, Allah memang
menyediakan ala mini untuk manusia, sebagai khalifah
fil ardh.
Lantas, mengapa ada makhluk yang saling memangsa? Pertama,
sunatullah menunjukkan bahwa demikianlah mereka untuk kelangsungan alam itu sendiri.
Maka kita mengenal istilah predator. Ada hewan yang memangsa hewan lain agar
dapat melangsungkan kehidupannya. Allah sudah mengatur hal itu. Hewan pemangsa
biasa disebut dengan karnivora, hewan pemakan daging. Sedangkan hewan yang
dimangsa biasanya bukan pemangsa daging, tapi pemangsa tumbuhan atau disebut
dengan herbivora.
Oleh karena itu perlu dijaga keseimbangan alam, antara hewan
dan tumbuhan. Manusia tidak boleh merusak ekosistem yang telah berjalan.
Keseimbangan alam inilah yang bisa membuat ala mini berlanjut secara alami.
Salah satu proses saja terputus maka rantai yang lain akan terputus. Alam
menjadi tidak seimbang dan habislah populasi di sana. Sebagai contoh, harimau
memangsa rusa. Rusa memakan tanaman. Ketika tanaman dibabat habis oleh manusia,
hutan ditebang, kawasan dijadikan perumahan atau pertokoan, maka rusa kehabisan
makanan. Tanpa makanan ia akan mati. Lama kelamaan populasi rusa menjadi
berkurang. Harimau, sang pemangsa rusa pun kehilangan makanannya. Dan pada
gilirannya, harimau pun mati dan punah.
Kedua, mengapa ada hewan yang memangsa hewan lain? Agar dalam
peristiwa itu manusia mengambil pelajaran yang berharaga di dalamnya. Dari sana
bisa diamati aspek fisiologi hewan tersebut dan juga aspek perbuatan hewan satu
dengan hewan yang lain.
Salah satu pelajaran yang berharga adalah ada
perbuatan-perbuatan hewan yang justru menjadi contoh agar tidak dilakukan oleh
manusia. Bahkan hewan menjadi suatu sebutan yang manusia akan marah jika
dilekatkan pada dirinya. Kita mengenal ada orang mengumpat dengan menyebut
manusia dengan nama hewan menunkukkan betapa kemarahan orang tersebut sudah
memuncak. Seringkali hewan dipakai manusia untuk mencirikan perbuatan-perbuatan
buruk. Padahal hewan tersebut, katakanlah anjing, babi, ular, buaya,kadal, dan
sebagainya tidak punya salah apa-apa. Tapi itulah kenyataan bahwa ada perbuatan
hewan yang buruk di mata manusia sehingga jika dilakukan oleh manusia maka
statusnya akan seperti hewan tersebut, walaupun kadangkala tidak tepat benar.
Ada juga perbuatan-perbuatan hewan yang seharusnya tidak
dilakukan oleh manusia, karena tergolong nista. Sebut saja saling membunuh
untuk mendapatkan sesuatu, misalnya berebut makanan. Manusia yang saling
membunuh untuk mendapatkan sesuap nasi, sama perilakunya dengan hewan. Kita
sering membaca di Koran-koran kuning, bagaimana hanya karena uang seribu
rupiah, nyawa bisa melayang. Hanya karena berebut lahan parker, golok
berbicara. Hanya karena setoran kurang, warung diobrak-abrik, dan sebagainya.
Manusia yang berbuat seperti itu, di mata manusia pada umumnya dianggap nista
atau sekelas dengan hewan. Itulah hikmah yang bisa diambil dengan mempelajari
perilaku hewan.
Pelajaran lain, misalnya ada hewan yang memakan apa saja.
Makanan baik dimakan, bukan makanan juga dimakan. Bahkan kotoran pun dimakannya
pula. Itulah hewan yang bernama babi. Hewan seperti ini bisa menjadi ibarat
bagi manusia yang doyan dengan segala makanan, baik halal maupun haram. Orang
seperti ini sudah sama dengan hewan pemangsa segala tadi. Bahkan, secara nonfisikpun
sering diibaratkan demikian, yaitu selain makan makanan yang haram-haram, besi
pun dimakan. Beton pun dimakan. Aspal pun dimakan. Tentu bukan dalam arti yang
sebenarnya, namun mengandung kiasan bahwa ia mengurangi takaran semen, besi,
aspal dan sebagainya untuk kepentingan pribadi, tanpa mempedulikan keselamatan
orang lain yang berada di bangunan yang tengah ia bangun. Orang yang makannya
seperti hewan disebut orang kafir oleh Allah. Dalam Al-Quran dikatakan,
“Sungguh, Allah akan
memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang yang kafir menikmati
kesenangan (dunia) dan mereka makan seperti hewan makan; dan (kelak) nerakalah
tempat tinggal bagi mereka.” (Muhammad:12)
Ketika manusia melihat kucing, ayam, atau kambing kawin di
depan umum, kita yang melihat merasa risih. Namun di zaman modern yang
akhlaknya sudah rusak ini, terutama di negeri Barat, manusia melakukan hubungan
seksual di muka umum sudah bukan menjadi hal yang tabu. Mereka melakukan hal
tersebut dengan direkam kamera, lalu diedarkan. Film atau tayangan tersebut
disaksikan oleh banyak orang. Kalau hewan melakukan hal itu sebagai sesuatu
yang biasa, manusia melakukan hal itu adalah suatu kenistaan dan bejat
akhlaknya.
Allah banyak menggambarkan perilaku manusia yang sesat dengan
sebutan hewan. (tafakkuri QS. Al-Anfal:20-22, 55, QS. Al-A’raf:179).
Ada yang menarik dari fenomena hewan yang born to kill. Manusia bahkan tidak lazim
memandangnya. Fenomena hewan ini cukup unik. Kita bisa menyaksikan
kejadian-kejadian seperti dalam saluran Discovery
Channel atau saluran ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah fenomena
perkawinan hewan belalang.
Belalang dewasa yang melakukan hubungan seksual, ketika usai
sang belalang betina memakan belalang jantan pasangannya. Begitu selesai proses
hubungan seksual, kepala pasangannya langsung dicaplok dan dimakan keseluruhan.
Bagi manusia awam, hal ini terasa aneh dan tidak lazim. Bisa jadi disebut
sebagai hewan yang super kejam. Belalang jantan sudah memberikan kenikmatan
kepada belalang betina, namun usai hal itu justru belalang betina memakannya.
Jika tidak mengetahui rahasia di dalamnya, kita akan menyebut belalang betina,
“Kejam dan tidak tahu berterima kasih.”
Ternyata, orang yang mengamati hal ini menemukan rahasia di
balik “kekejaman” belalang betina. Pada saat berhubungan seksual, tenaga
belalang betina terkuras habis karena pada saat itu langsung terjadi proses
pembuahan. Ternyata, di dalam tubuh belalang jantan terdapat sumber protein
yang sangat dibutuhkan belalang betina untuk kelangsungan hidupnya dan hidup
janin yang dikandungnya. Jika belalang jantan meninggalkan belalang betina
begitu saja maka ia akan mati karena kekurangan makanan. Tentu saja kematian
belalang betina tersebut akan menyebabkan kematian pula pada janin yang
dikandungnya. Jadi “pengorbanan” belalang jantan tadi ditujukan untuk
kelangsungan hidup dan reproduksi belalang. Sungguh sebuah rahasia yang luar
biasa. Bagi seorang muslim yang selalu berdzikir kepada Allah.
Apa hikmah yang terkandung di dalam fenomena born to kill
hewan belalang ini? Tentu bukan perbuatan istri yang membunuh suami setelah
melakukan hubungan seksual. Memang jika ada yang demikian manusia bisa
menyebutnya dengan “sadis” dan “kejam”. Namun seperti disebut di atas, belalang
jantan berkorban agar terjadi regenerasi pada hewan tersebut. Kenyataan seperti
itu sebenarnya kita dapati pada diri manusia. Seorang ayah atau kepala keluarga
biasanya akan berjuang keras agar kehidupan anak-anaknya menjadi lebih baik
daripada sebelumnya. Seorang ayah akan memperhatikan sanga anak mulai dari
janin hingga dewasa. Dia berusaha mencari nafkah untuk kehidupan keluarganya
kalau perlu sampai menyerempet hal-hal yang berbahaya. Itulah pengorbanan seorang
ayah kepada keluarganya sebagaimana belalang jantan selepas berhubungan badan
dengan belalang betina.
Fenomena born to kill
lainnya yang hampir mirip adalah komodo. Komodo betina setelah melahirkan
anaknya maka sang anak dimakan oleh induknya. Sepintas terasa sadis dan tidak
“berperikebinatangan”. Tapi, seperti belalang jantan di atas, sang anak
dikorbankan untuk makanan ibunya agar ibunya tidak mati. Sebab melahirkan anak
komodo membutuhkan banyak tenaga, ibaratnya menguras tenaga sampai habis tak
tersisa. Jika tidak ada makanan pada waktu itu juga maka matilah sang induk.
Dan makanan yang ada di dekatnya adalah sang anak yang baru dilahirkan. Memang
komodo tidak melahirkan satu anak, tapi bisa beberapa sehingga satu anak
“berkorban” untuk kelangsungan hidup induk dan anak-anak yang lainnya.
Hikmah yang didapat adalah soal pengorbanan. Itulah cara
bertahan hidup bagi hewan-hewan tersebut agar mereka survive di alam raya ini.
Allah sudah mengatur demikian. Jika belalang betina itu memakan belalang
jantan, induk komodo memakan anaknya, itu adalah rezeki bagunya. Sebab Allah
sudah menyatakan di dalam Al-Quran,
“Dan tidak satu pun
makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.
Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis)
dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (Hud: 6)
Ternyata dari alam, sedikit saja kita ambil satu fenomena
sudah banyak pelajaran atau hikmah tang terkandung di dalamnya. Dengan
mengamati keseluruhan fenomena alam sudah seharusnya keimanan pada diri manusia
menjadi tebal, bertambah yakin bahwa Allah-lah Sang pengatur Alam semesta.
Allah telah “menghadiahkan” alam ini kepada manusia dengan tujuan agar manusia
selalu bersyukur kepada-Nya. Wujud kesyukuran itu adalah mengemban tugas sebagai
khalifah di muka bumi, yaitu menjaga dan melestarikan alam untuk kelangsungan
kehidupan di muka bumi.
Sumber inspirasi Palgunadi T. Setyawan, 2009. Menapaki Jalan Mendaki: Sebuah Renungan
tentang Alam, Manusia, dan Kehidupan, Jakarta: Gema Insani, h. 5-56 (dengan
sedikit resume & gubahan teks oleh “pemulung inspirasi” tanpa menghilangkan
maknanya).