Ada
dua buah bibit tanaman yang terhampar di sebuah ladang yang subur.
Bibit yang pertama berkata aku ingin tumbuh besar. Aku ingin menjejakan
akarku dalam-dalam di tanah ini dan menjulangkan tunas-tunasku di atas
kerasnya tanah ini. Aku ingin membentangkan semua tunasku, untuk
menyampaikan salam musim semi. Aku ingin merasakan kehangatan matahari
dan kelembutan embun pagi di pucuk-pucuk daunku.
Dan bibit itu tumbuh, makin menjulang.
Bibit
yang ke dua bergumam. “Aku takut, jika ku tanamkan akarku ke dalam
tanah ini, aku tak tahu, apa yang akan kutemui di bawah sana. Bukankah di sana
sangat gelap?, Dan jika kuterobos tunasku ke atas, bukankah nanti
keindahan tunas-tunasku akan hilang? Tunasku ini pasti terkoyak.
Apa
yang terjadi jika tunasku terbuka, dan siput-siput mencoba untuk
memakannya?, dan pasti jika aku tumbuh dan merekah, semua anak kecil
akan berusaha untuk mencabutku dari tanah. Tidak, akan lebih baik jika
aku menunggu sampai semuanya aman.
Dan bibit itupun menunggu dalam kesendirian.
Beberapa pekan kemudian, seekor ayam mengais tanah dan menemukan bibit yang ke dua tadi, dan mencaploknya segera.
Renungan
Memang,
selalu saja ada pilihan dalam hidup. Selalu saja ada lakon-lakon yang
harus kita jalani. Namun, seringkali kita berada dalam kepesimisan,
kengerian, keraguan dan kebimbangan-kebimbangan yang kita ciptakan
sendiri. Kita kerap terbuai dengan alas an-alasan untuk
tak mau melangkah, tak mau menatap hidup. Karena hidup adalah pilihan.
Maka, hadapilah itu dengan gagah. Dan karena hidup adalah pilihan,maka
pilihlah dengan bijak.
0 komentar:
Posting Komentar