19 Februari 2010 pukul 18:56 ·
Introspeksi
“Dan
di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat : 20-21).
Sebagai
bagian dari alam semesta, kita tentu sadar bahwa diri ini pernah
mengalami proses kejadian dari perpaduan unsur materi dan non materi
yang terkandung di alam ini. Merenung sejenak lebih baik untuk
mengawali perbincangan kita tentang diri, tugas dan tujuan hidup di
dunia ini. Saya yakin Anda memahami substansi yang kita maksudkan. Jika
belum, silakan salami pribadi Anda, saatnya Anda pelajari diri
Anda…,sekarang Tanya siapa Aku ?...dari mana Aku berasal ?...mengapa
Aku dilahirkan ke dunia ?...untuk apa Aku hidup ?...ke mana jika Aku
telah mati ?...Mungkin sulit untuk dijawab dengan untaian kata-kata.
Cukup jiwa Anda yang tau. Kita adalah makhluk yang paling bertanggung
jawab untuk menjawab makna kehidupan bersama alam semesta ini. Sebab
potensi ruh, akal dan jasad ini adalah amanah dari-Nya. Kita mesti tahu
diri, bersyukur telah diciptakan sebagai manusia dengan beragam
talenta membaca alam semesta demi kesejahteraan dan kebahagiaan hidup
ini.
Lingkungan hidup & Keharmonian Alam
Pemeliharaan
lingkungan merupakan penentu keseimbangan alam. Bahkan ilmu alam
berulang kali mengajarkan bahwa semua komponen ekosistem, baik makhluk
hidup maupun komponen alam lainnya, merupakan sebuah kesatuan yang
harus berjalan seimbang dan tidak boleh timpang satu dengan yang lain.
Manusia layak melakukan introspeksi atas berbagai potret bencana yang
terjadi di belahan bumi belakangan ini. Sudahkah kita melakukan amanah
sebagai pengendali ekosistem alam ?
Ataukah kerusakan demi kerusakan menjadi sebuah proses alami yang tidak terkendalikan ?
Alloh dalam AlQuran memfirmankan tentang dimensi alam semesta dalam beberapa perspektif. Dalam QS. al-Hadid [57]:4
“Dialah
yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia
bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan
apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa
yang naik kepada-Nya. dan dia bersama kamu di mama saja kamu berada.
dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dalam
ayat ini Alloh memaparkan bahwa secara makro alam semesta terpusat pada
dua tempat, langit dan bumi, mungkin karena selama ini akal manusia
masih sangat naïf untuk mampu menjangkau alam selain keduanya. Ini
adalah ketetapan dari Alloh bahwa bumi sebagai objek dominan, selain
pembicaraan seputar alam akhirat. Oleh sebab itu AlQuran
mengilustrasikan kondisi bumi dan segala isinya pada ayat satu di
antaranya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan”
Alloh menggariskan takdirnya atas
bumi, pertama kalinya dengan memberikan segala fasilitas terbaik bagi
semua penghuni bumi. Diciptakanlah lautan yang luas dengan segala
kekayaan di dalamnya. Air hujan yang menghidupkan bumi setelah
masa-masa keringnya. Belum cukup dengan menciptakan hewan, tumbuhan,
angin dan awan di atmosfer sebagai teman hidup manusia.
Setelah selesai dengan penciptaannya, Alloh hanya menitipkan sebuah amanat kepada manusia, dalam QS. al-A’raaf [7]:56
“Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Setiap
amanat mesti dijaga. Tapi manusia telah merusak dirinya dengan dosa
setelah Alloh menancapkan tonggak syariat melalui panji-panjil
rasulnya. Mengapa kita berani merusak bumi dan segala isinya padahal
sekian banyak nikmat telah Alloh berikan kepada kita. Kerusakan
moralitas agama menjadi awal mula sebelum ambisi duniawi menjadi
penentu rusaknya tatanan lingkungan di atas muka bumi ini.
Masalah Lingkungan Hidup ?..atau Manusianya yang bermasalah ?..
1.
Gangguan Sampah. Sampah merupakan problem lingkungan yang mungkin tak
ada habis-habisnya. Budaya tertib sampah yang dicanangkan pemerintah
ternyata belum mampu menyentil mental jorok tersebut. Jenis sampah
semakin hari semakin beragam, sehingga proses penanganannyapun dengan
metode yang beragam pula.
Di pedesaan, sampah relatif
mudah ditangani lantaran lahan pembuangan masih mudah di dapat. Namun
terkadang kecerobohan terjadi, selain menimbulkan bau tak sedap, beragam
penyakit akan timbul akibat penumpukan sampah yang akhirnya menjadi
sarang nyamuk. Berbeda dengan daerah perkotaan, selain lokasi pembuangan
yang sulit didapatkan, minimnya daerah resapan air membuat
sampah-sampah menggunung menyumbat saluran-saluran air hingga
mengakibatkan genangan air bahkan banjir. Bagaimana mau bersih dan bebas
dari sampah dan musibah jika masih membuang sampah sembarangan
?...kapan lagi kita mau hidup bersih?...memang masyarakat tidak
sepenuhnya disalahkan, pemerintah atau pihak-pihak yang terkait bisa
lebih ekstra melakukan penanganan sampah ini baik penyediaan lokasi
pembuangan yang tepat, teknologi daur ulang yang baik dan tidak
menimbulkan masalah baru misalnya dampak pembakaran sampah mengakibatkan
polusi udara.
2. Air Kotor adalah Sarang Penyakit
Genangan
air bisa timbul dari berbagai macam, bisa jadi akibat kecerobohan
sebagian masyarakat yang minim tempat pembuangan. Atau akibat dari
sisa-sisa air bah atau banjir yang kerap melanda kawasan tertentu.
Genangan air yang berada di pinggiran pemukiman, empang-empang kering,
atau di jalan-jalan umum, tidak hanya merusak keindahan dan menimbulkan
bau tak sedap. Namun juga berpotensi menjadi sarang utama nyamuk-nyamuk
pembawa penyakit. Hampir tiap tahun kita direpotkan dengan penyakit
demam berdarah, penyakit yang kerap kali merenggut nyawa manusia. Nyamuk
Aedes aegipty sebagai penyebar penyakit ini suka berkembang biak pada
genangan-genangan air.
Dengan begitu kita pahami bahwa
pemanfaatan air serta pembuangannya harus selalu mengutamakan
prinsip-prinsip kesehatan maupun keamanan bagi diri sendiri maupun orang
lain. Hal ini mesti kita lakukan bahu-membahu dalam mengatasi setiap
permasalahan lingkungan demi kebaikan kehidupan bersama.
Berbuat baik pada Alam adalah Solusi terbaik
Sia-sia
saja jika perbincangan kita di atas tidak ada tindak
lanjutnya.Maksudnya gak omdo (omong doank). jadi apalah artinya sebuah
catatan, jika tak ada satu pun aksi/gerakan penyelamatan alam yg bisa
kita lakukan. Sekecil apapun yg dilakukan,yakinlah bahwa itu adh langkah
awal kita berkomitmen untuk peduli dengan lingkungan. Membuang sampah
pada tong sampah adh perkara sepele,namun tidak semua orang mampu
melakukannya. Begitu pula hal-hal lainnya. mulai dari diri, awali dengan
hal yang kecil & mulai dari sekarang. Niat yang baik akan
berbuah kebaikan.
(Disarikan dari sumber : Fachruddin
M. Mangunjaya dkk, 2007. Menanam Sebelum Kiamat : Islam, Ekologi dan
Gerakan Lingkungan Hidup, Yayasan Obor Indonesia : Jakarta, h. 9-23)
0 komentar:
Posting Komentar